Monday 29 February 2016

Curug Bilik Pangandaran

Curug Bilik
28 Februari 2016

Curug Bilik ini berlokasi di kampung Mekarsari desa Jayasari kecamatan Langkap Lancar kabupaten Pangandaran daerah ujung  yang berbatasan langsung dengan kabupaten Tasikmalaya. Sebenarnya curug ini sebagai bonus dari curug yang sedang saya cari yakni Curug Cileutak yang sudah saya tulis sebelumnya, karena lokasinya yang tidak jauh dari pertigaan menuju ke curug Cileutak yang berjarak sekitar 2 km saja. Jalur yang saya gunakan sama dengan jalur Curug Cileutak yakni jika dari Tasikmalaya bisa langsung menuju daerah Salopa kemudian belok kanan ke arah Cekos/ Bolang.  Setelah sampai di daerah Langkap Lancar desa Jayasari akan ada pertigaan nah kemudian ambil jalur lurus. Sementara jika mengambil dari Pangandaran bisa menggunakan jalur ke arah Citumang/ bisa juga dari daerah Cigugur.

Curug ini memiliki ketinggian sekitar 10-15 meter dengan lebar sekitar 20 meter dengan kontur batuan dingding curug sebelah kiri agak melesup sehingga curugnya menjadi unik, dan tidak hanya itu saja hal lain yang unik dari curug ini adalah letaknya yang persis berada di bawah jembatan utama jalan perbatasan antara Tasikmalaya dan Pangandaran. Jadi jika kita berada di bawah curug bisa melihat jembatan tersebut.



Penampakan dari bawah








Dari samping atas curug







Curug Cileutak

Curug Cileutak
28 Februari 2016

Berawal dari salah satu akun reposter yang ada di Instagram yang merepost tempat-tempat yang indah yang ada di Tasikmalaya, ada salah satu foto air terjun/ curug baru dan unik  di repost yang menyatakan bahwa tempatnya tersebut berada di daerah Cikatomas Tasikmalaya. Namanya Curug Cileutak, memang curugnya unik dan belum sempat saya mengetahuinya karena selama ini yang saya tahu di daerah Cikatomas sendiri tidak ada air terjun yang bentuknya seperti yang sudah di repost oleh salah satu akun reposter tersebut. Setelah penasaran kemudian saya buka akun orang yang sudah memposting foto curug tersebut dan menanyakan nya langsung mengenai kebenaran alamat  curug tersebut berada. Setelah beberapa hari kemudian ada balasan dari orang tersebut, namun ternyata jawaban yang di dapat tidak sesuai yang diharapkan orang yang ditanya hanya menjawab seperlunya dan katanya dia sendiri juga tidak tau mengenai nama tempat/ nama daerah curug itu berada, dia hanya ngasih gambaran mengenai akses menuju daerahnya saja.

Untung saya ada teman satu kampung yang lumayan sedikit tahu mengenai daerah tersebut, setelah saya kasih sedikit informasi mengenai gambaran akses jalannya ternyata dia lumayan faham, dan setelah itu kita siap buat hari eksekusi untuk mencari keberadaan curug tersebut

Hari minggu seperti biasa menjadi hari kita untuk mengeksekusi tempat-tempat yang akan kita tuju yang sudah ada di wish list, saya berangkat bersama 6 travelmate curug yang lain sekitar jam 8 an dengan mengendarai kendaraan motor. Karena patokan curugnya yang  berada di Cikatomas seperti info yang kita dapat, maka kita menggunakan jalur selatan ke arah Kawalu menuju Salopa setelah sempat di diskusikan sebelumnya. Oia sebenarnya ada dua jalan untuk menuju derah Salopa ini yang pertama yaitu menggunakan jaur utama ke arah kawalu, sukaraja kemudian ke Salopa dan yang kedua yaitu jalan alternatif melalui daerah Manonjaya, Gunung Tanjung dan sampai di Salopa. Jarak antar kedua jalan tersebut hanya terpaut beberapa menit saja jadi kita bisa menggunakan kedua jalur tersebut sebagai tujuan kita menuju daerah Salopa dan Cikatomas. Setelah menempuh kira-kira sekitar 40 menitan akhirnya kita sampai di daerah Salopa dengan aman, walaupun di tengah perjalanan kita sempat ada masalah yakni motor salah satu teman mengeluarkan suara yang tidak enak dan mesti masuk bengkel sebentar.

Setelah beres kita melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya sampai di area perkebunan karet daerah Bolang yang masih masuk daerah Salopa, kemudian belok kiri ke arah Cekos atau desa Muyasari. Dari sana perjalanan sekitar 15 km menuju lokasi curug dengan kondisi jalan yang labil yakni sekitar 3 km masih hotmik, di sambung jalan berbatu sekitar 9 km yang lumayan dadas di sambung lagi jalan aspal sekitar 3 km dan sisanya sekitar 500 meter jalan tembok dan di sambung tanah merah yang licin. Terus terang saya baru kali ini jarambah ke daerah ini, daerah yang masih sangat asing ini ternyata merupakan jalur perbatasan yang menghubungkan daerah Kabupaten Tasikmalaya dan Pangandaran. Dengan santai kita menikmati perjalanan yang begitu menangtang dengan kondisi jalan yang lumayan banyak batunya di banding yang mulusnya dan kondisi jalan juga kebanyakan becek karena sepertinya habis turun hujan hari sebelumnya membuat kita sedikit hati-hati.

Karena kita belum tau pasti alamat tepat curug tersebut berada, seperti biasa yang menjadi andalan kita selama perjalanan adalah Nabi kita ya buka GPS atau aplikasi peta lainnya, melainkan Nabi yang ada pada diri kita sendiri yang di punyai setiap orang, dan Nabi yang kita maksud adalah Nabiwir (bibir) atau bertanya sana-sini yang menurut saya sangat trusted sekali hehe.. Tak terasa setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama di sebuah pertigaan yang jalannya sudah aspal dan agak ramai sama rumah warga tiba-tiba kita nemu plang nama sekolah yang bikin sedikit syok, setelah dibaca ternyata saya ini sudah berada di daerah Pangandaran, tepat seperti dugaan saya yang masih hipotesa tentang lokasi curug yang berada di daerah Pangandaran. Langsung saja kita bertanya lagi sama warga mengenai curug Cileutak tersebut dan akhirnya di dapatlah sebuah alamat yang menurut saya sangat dapat dipercaya, tidak membuang lama kita langsung melanjutkan perjalanan lagi setelah sebelumnya sempat membeli nasi dan makanan buat botram di curug selagi bertanya tentang alamat.

Ternyata benar apa kata si bapak lokasi nya sudah dekat yakni sekitar 1,5 km dengan kondisi menurun dan menanjak. Oia Lokasi curug tersebut berada di kampung Cikarees, desa Harumandala kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran dengan patokan nya kampung Ciranca. Setelah sampai di kampung Ciranca kita belok ke arah kanan ke kampung Cikarees dengan melalui jalan yang di tembok yang menurun,  tidak jauh dari sana sekitar 100 meter setelah ada bangunan kosong seperti Pos kita akan menemukan jalan kecil tanah liat merah yang cukup untuk satu motor maka belok kanan setelah itu akan ada 2 rumah warga disana milik Bapak Abdul Hopid maka sampailah kita dan kita bisa menitipkan motor di rumah bapak tersebut. Setelah berbincang sedikit sekaligus meminta izin untuk menitipkan motor di rumah bapak tersebut, selanjutnya kita melanjutkan perjalanan dengan trekking atau berjalan kaki menuruni bukit sekitar 10 menitan dan akhirnya sampai di Curug Cileutak. :D

Curug Cileutak ini memiliki ketinggian sekitar 10-15 meter dengan lebar sekitar 20 meter yang mengalir dari sungai Ciharuman yang berasal dari daerah perbukitan. Kondisi airnya sangat jernih namun jika musim hujan/ hujan turun warnanya sedikit akan coklat. Terdapat leuwi/ kolam dibawah air terjun ini yang tidak terlalu dalam jadi sangat aman jika dipakai untuk berenang.

Selain itu di lokasi Curug Cileutak ini terdapat pipa besar dan lumayan panjang, ada juga sebuah bangunan kecil yang ternyata setelah ditanyakan sama pak Hopid bangunan tersebut merupakan saung Hidro dimana aliran dari curug ini  dimanfaatkan oleh warga menjadi pembangkit listrik yang dibangun dari bantuan pemerintah. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit ini sekitar 4000 watt yang lumayan cukup untuk menerangi waga kampung Cikarees yang berjumlah sekitar 44 kepala keluarga ini yang dimana tiap warga di bebani iuran sebesar 15.000 rupiah perbulan untuk pemeliharaan pembangkit listrik tersebut.

Oia setelah berbincang lama sama bapak Hopid yang rumahnya tepat berada di atas curug ini ternyata Curug Cileutak dan sungai Ciharuman ini merupakan batas antar kedua kabupaten yakni Tasikmalaya dan Pangandaran, ya berada di tengah-tengah 2 daerah antara Kecamatan Cigugur dan kecamatan Cikatomas di sebrangnya,  jadi Curug ini posisinya seperti jembatan Cirahong yang dimiliki 2 daerah, jadi bisa di akui oleh warga Tasikmalaya dan bisa juga di akui oleh warga Pangandaran, walaupun memang akses jalan menuju lokasi ini hanya bisa dilewati dari daerah Cigugur Pangandaran.

Penampakan Curug Cileutak
 
 








Saung Hidro dan pipa besarnya yang digunakan sebagai pembangkit listrik

Patokan jalan/ pertigaan yang berada di daerah Langkap Lancar. jika ke Cileutak ambil arah kanan

Pengalaman Pertama Nanjak Gunung Papandayan

Pengalaman Pertama Nanjak Gunung Papandayan Garut Tektok
21 Februari 2016

Sebenarnya bukan passion saya naik gunung itu ya karena hati dan raga saya itu selalu tertuju kepada tempat-tempat yang mengandung air seperti pantai dan curug (air terjun) dan karena saya ini adalah AnCur alias anak curug hehe, bahkan tidak sedikit teman yang selalu ngajak buat naik gunung tapi saya selalu meresponnya setengah hati. Bukan karena apa-apa kalo yang namanya naik gunung itu kan perlu banyak persiapan  misalkan dari segi fisik, peralatan apalagi kalau misalkan sambil camping dan sebagainya oleh karena itu walaupun rasa hati pingin nyobain tapi tidak terlalu ambisius untuk bisa melakukan hal tersebut.

Edisi curug/ air terjun memang sedang hits banget dimana-mana apalagi di daerah saya Tasikmalaya pasti di setiap curug di berbagai daerah hususnya di Tasik sudah pasti rame sama orang-orang, walaupun rasa senang karena masyarakat sudah banyak mengenal potensi daerahnya sendiri tapi agak jenuh juga karena hampir beberapa curug sudah saya kunjungi sebelumnya dan harus ketemu sama banyak orang di lokasi jadi saya fikir mesti cari variasi lain untuk menikmati alam ciptaan tuhan.

Walaupun saya gak terlalu berhasrat untuk naik gunung tapi ya sesekali mesti saya coba untuk melakukan hal tersebut. Kebetulan saya memang sudah rencana untuk bisa camp di salah satu gunung di daerah Garut dan gunung yang saya rencanakan tersebut adalah Gunung Papandayan. Saya memilih gunung tersebut karena ada beberapa alasan yang pertama karena gunung tersebut menurut beberapa info dari teman memiliki trek pendek dan mudah kalau dengan (TekTok) perjalanan pulang-pergipun bisa tidak memakan waktu yang lama, yang kedua panorama dan pemandangan gunung tersebut sangat indah juga terdapat beberapa spot yang memang menjadi daya tarik yang tidak ada di gunung lain dan tentunya menjadi penasaran bagi saya sendiri, dan yang ketiga gunung tersebut berada di Garut yang mana tempat itu sangat dekat dengan Tasik dan bisa di tempuh dengan waktu sekitar 2 jam perjalanan, jadi saya bisa menggunakan kendaraan motor untuk bisa kesana dan akhirnya saya memutuskan untuk bisa berkunjung ke tempat tersebut tapi tidak sampai dengan bermalam.

Saya berangkat hanya berdua bersama teman yang sudah biasa nemenin jalan-jalan kalau istilahnya travelmate gitu, kita memutuskan untuk TekTok istilah dalam nanjak gunung dengan pulang-pergi atau tidak sambil camping karena setelah itu kita bisa mengunjungi tempat lain yang berada di Garut. Kita berangkat jam 5.30 dari Tasik dengan menggunakan motor kesayangan. Perjalanan dari tasik ke Garut sangat lancar hampir tidak ada hambatan karena mungkin orang yang beraktifitas masih sedikit, setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam akhirnya kita sampai di daerah Cisurupan di pertigaan yang akan mengarah ke Cikajang dan ke papandayan tepat di depannya terdapat sebuah masjid besar Cisurupan, kemudian di lanjutkan dengan jalan yang lebih kecil dari sana sekitar 8 km sampai ke tempat tiket.

Harga tiket masuk untuk wisata Papandayan ini sebesar  22.000 perdua orang untuk harga weekend belum termasuk parkir, oia harga tiket masuk untuk yang camping  dan tidak camping itu berbeda. Setelah itu kita menuju tempat parkir di area Camp david dan bayar lagi parkir motor 10.000 plus di tambah lagi uang tambahan seridonya untuk penitipan helm sekalian di data dulu disana. Setelah beres semuanya kita mulai mendaki. Jujur saya dan temen baru pertama kali kesini tanpa pengetahuan apa-apa kita bingung mesti jalan kemana, tapi karna weekend di beberapa titik masih terlihat beberapa pengunjung dan pendaki yang naik dan turun akhirnya kita ikut saja orang-orang tersebut sambil bertanya sedikit-sedikit tentang  jalan sama yang baru turun ya walaupun orang tersebut pada gak kenal tapi kalau sedang mendaki seperti ini mah kita mesti sksd aja hehe. Setelah beberapa menit naik ternyata treknya tidak begitu rumit bahkan sangat jelas, terdapat beberapa patok berwarna biru terbuat dari pipa yang menandakan jalan/ jalur trek menuju ke atas. Trek jalan menuju ke atas menurut saya masih aman untuk pemula seperti saya, untuk menuju ke Pondok Saladah saja hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam kurang dan sampe hutan mati bisa sampe 2 jam pas tentunya dengan kondisi fisik normal tidak terlalu banyak berhenti buat istirahat. Sebelum sampe ke pondok saladah kita akan ketemu dulu sama pos 2 dimana disana kita mesti laporan dulu sama penjaganya. Setelah itu tidak jauh dari pos 2 kita akan sampe ke pondok saladah nah disini itu sebagai tempat camp/ mendirikan tenda jangan heran ya disini sudah banyak berdiri warung-warung dan beberapa wc  ya memang gunung ini cocoknya untuk camping manja haha, setelah itu dengan berjalan beberapa menit kita akan sampai di hutan mati yang menjadi icon gunung ini juga menjadi  tempat faforit para pendaki untuk berfoto ria.

Di Hutan Mati ini terdapat banyak sekali sisa-sisa batang pohon yang masih berdiri berwarna coklat dan hitam yang kontras dipadukan dengan warna tanah yang putih. Menurut beberapa info dari orang katanya hutan mati ini akibat dari lahar atau awan panas yang menyembur dari kawah ke area hutan yang membakar dedaunannya dan hanya menyisakan batang-batang pohon yang justru menjadi sangat eksotis. Di lokasi ini pokonya kita puas-puasin untuk berfoto ria sampe jebol memori haha.

Setelah puas menikmati keindahan hutan mati dan dirasa cukup akhirnya kita memutuskan buat turun lagi kebawah. Untuk jalur turun kali ini kita mengambil jalan pintas dengan langsung turun dari hutan mati ke arah kawah ini juga kita ngikut orang-orang pada turun kesini hehe. Ternyata kalau lewat sini lumayan memangkas waktu sampe 1 jam. Dengan trek yang lumayan curam kita berjalan dengan sangat hati-hati menuruni tebing tersebut. setelah itu kita sampai di bawah dan melanjutkan ke tempat parkir dengan senang hati.


Kawah Gunung Papandayan
 
Hutan Mati







ini salah satu travelmate sekaligus tukang foto hehe


Di foto sama Mak Sopiah, salah seorang warga yang sering bolak balik naik gunung untuk menggarap ladang kentang

Camp David dan tempat parkir

Gate Tiket Masuk

Peta Pendakian Gunung Papandayan




Salah satu trek pendakian

Curug Sanghyang Taraje

Curug Sanghyang Taraje
24 Januari 2016

Sudah semenjak lama tempat yang satu ini masuk dalam list tujuan yang utama di destinasi note saya, namanya Curug Sanghyang Taraje di kabupaten Garut yakni daerah yang berbatasan langsung dengan kab Tasikmalaya tempat saya tinggal. Begitu  sangat menggoda sekali ketika  pertama melihat foto air terjunnya yang sangat menakjubkan dan dalam hati pokoknya suatu saat saya harus kesini, harus berada di tempat ini.





Seperti biasa sebelum pergi ke suatu tempat yang akan dituju entah itu mau dituju secepatnya apa waiting list, saya selalu mempelajari dulu tempat tersebut mulai dari akses jalan, jarak tempuh, sampai hal-hal kecil yang mungkin suatu saat bisa menjadi info yang penting ketika pergi ke tempat tersebut. setelah mempelajarinya beberapa kali dan bertanya kepada orang-orang yang pernah berkunjung ketempat tersebut di dapatlah beberapa informasi mengenai lokasi tempat curug ini berada,waktu tempuh dan kondisi jalan.

Ternyata curug/ air terjun ini berada di kampung Kokombong desa Pakenjeng kecamatan Pamulihan yang dimana lokasi tersebut berada satu jalur dengan Curug Orok, berhubung saya sebelumnya sudah pernah ke curug Orok jadi untuk masalah lokasi tidak susah mencari hanya tinggal melanjutkan dari jalur curug Orok tersebut yang katanya sekitar 1 jam kurang. Kemudian menurut teman yang pernah ke Curug Sanghyang Taraje, dari Tasikmalaya bisa ditempuh dengan waktu sekitar  4 jam dan menurut saya waktu yang cukup wegah hanya untuk satu tujuan curug. Akhirnya setelah beberapa kali mempelajari tentang curug tersebut dan saya fikir sudah cukup tinggal nunggu waktu buat eksekusi saja. 

Rencana yang sangat mendadak banget memang, tadinya saya sudah fiks mau ikut gabung sama teman untuk eksplore salah satu curug yang berada di perbatasan Tasik-Pangandaran tapi setelah tanya-tanya alamatnya belom yakin bener, hal itu membuat saya sedikit pudar untuk ikut gabung. Tetiba ada temen bbm dia ngajak ke Garut ke curug Sanghyang Taraje dan saya langsung meng-iyakan nya. Sangat mendadak sekali memang tapi itulah seni nya, bedanya trips ala saya dan yang lain. Setelah itu saya langsung menghubungi teman yang memang dia pingin banget untuk ikut ke curug tersebut.

Kita berangkat pagi harinya sekitar jam 8.30 memang rada telat di banding waktu yang sudah di janjikan karena biasa ada teman yang hudangnya beurang. Setelah semua kumpul kita langsung berangkat memacu kuda besi masing-masing, oia kita berangkat berempat memakai 2 motor boncengan, sengaja gak banyak ngajak yang lain karena selain dadakan juga takut nantinya riweuh jika banyak orang. Alhamdulillah sepanjang perjalanan lancar karna sepertinya belum banyak orang yang beraktifitas. Kita berangkat dari Tasik menggunakan jalur selatan ke arah Singaparna lalu setelah sampai Cilawu kita memotong jalan ke arah Pasar Genteng yang nantinya muncul di daerah Bungbulang  jadi tidak ke kotanya dulu atau daerah Suci kalau memotong ini lumayan bisa menghemat waktu sekitar 1 jam kurang. Setelah dari daerah Bungbulang perjalanan lanjut dengan mengikuti jalan utama ke arah Cikajang dan nanti kita akan ketemu dengan 2 kali pertigaan, yang pertama pertigaan menuju kedaerah samarang, jangan belok kesana masih ters lanjut dan yang kedua setelah melewati daerah Cisurupan akan ketemu lagi dengan pertigaan yang mengarah ke daerah Pamuliha. Setelah ketemu pertigaan tersebut, maka kita ambil kanan ke arah Pamulihan tersebut dan tidak jauh dari pertigaan sana sekitar 1 km kita akan masuk markas militer yang terdapat gapura dengan di atasnya ada patung tengkorak yang menggigit pisau dan patung macan.  Setelah itu sekitar 2 jam kurang kita menikmati perjalanan dari Tasik akhirnya sampai di pintu gerbang ke arah curug Orok nah dari sana perjalanan masih lanjut sekitar 15 km bisa sampai memakan waktu sekitar 1 jam kurang.

Kondisi jalan dari Curug Orok menuju daerah Pamulihan ini sudah di hotmiks sampai masuk daerah Pamulihan. Sepanjang perjalanan kita disuguhi pemandangan perkebunan teh yang menghampar luas, sangat eksotis tak jarang banyak pengendara yang berhenti untuk sekedar berfoto. Setelah puas disuguhi hamparan perkebunan teh dan jalanan sudah mulai rata nanti akan ada lagi pertigaan, jika lurus menuju ke daerah Bungbulang dan ke kanan menuju daerah Pakenjeng dan kita ambil arah kanan. Jalanan menjadi kecil dan berganti menjadi aspal di sambung jalanan berbatu dan kemdian aspal lagi setelah itu kita akan sampai di gapura desa percontohan Pakenjeng. Dari sana perjalanan sudah tinggal sedikit lagi sekitar 2 km mengambil ke arah kiri jalanan pun mulai menyempit hanya cukup untuk satu mobil saja. 300 meter sebelum sampai curug jalanan sedikit rada ekstrim, berkelok dan menurun tajam di tambah dengan kondisi jalan berbatu disini kita sedikit berhati-hati dan di butuhkan kondisi rem motor yang fit. Setelah melewati itu semua kita akan menemukan sebuah rumah panggung di pinggir jurang dari kayu dan sebuah bangunan kecil tempat tiket masuk, setelah menengok ke sebelah kiri belakang maka terlihatlah Curug sanghyang Taraje yang sangat gagah.

Setelah memakirkan motor dan membayar tiket kita pesen dulu sama warung yang ada di depan tempat tiket ini untuk membuat nasi liwet. Oia harga tiket masuk ke curug ini sebesar 5000 rupiah saja dan parkir Cuma 2000 perak. Tak berselang lama kita langsung melanjutkan langkah kaki menuju curug dengan semangatnya yang berjarak dekat cukup dengan  berjalan kaki sekitar 7 menitan saja, akhirnya sampailah kita di depan Curug yang sangat eksotis ini.

Nama Sanghyang Taraje ini di ambil karena konon menurut warga yang saya tanya di curug ini terdapat tangga seperti tangga dari kayu dalam bahasa sunda (taraje)yang dulunya digunakan sebagai tangga/ jalan menuju tuhan (sanghyang) dan mengapa itulah sebabnya curug ini dinamakan Sanghyang Taraje dan menurut warga tangga/ (tetean) jalannyapun masih ada. Curug ini memiliki ketinggian sekitar 100 meter menurut info yang saya baca dan memiliki 2 aliran jika sedang dalam kondisi air yang melimpah, namun jika sedang musim kemarau aliran airnya menyusut yang satunya lagi sehingga cenderung ke sebelah kiri. Aliran airnya sangat deras sekali sehingga ketika kita berada dilokasi curug tersebut bisa langsung basah karena cipratannya air yang mengembun sangat luas jangkauannya.

Di lokasi ini sudah tersedia kamar mandi/ wc alakadarnya, mushola kecil yang hanya cukup untuk 3 orang, dan tempat tidur alakadarnya juga jika kita ingin bermalam di tempat ini, semua itu ada di bawah warung yang berada tepat depan tiket masuk curug ini.



Tiba di desa Pamulihan
  




Trekking dari parkir motor menuju curug



Di foto sama anak daerah kampung dekat curug tersebut